BAB I
PENDAHULUAN
Kiblat pertama kaum
muslimin adalah masjid Al-Aqsha
(Baitul Makdis) di Palestina. Menurut riwayat, walaupun Rasulullah selalu
menghadap baitul makdis, jika Sedang berada di mekkah beliau juga pada saat
bersamaan selalu menghadap Baitullah (Ka’bah). Saat Rasulullah hijrah ke
Madinah kewajiban menghadap Baitul Makdis masih berlaku, hingga setelah 16 atau
17 bulan setelah hijrah, kerinduan beliau memuncak untuk menghadap Baitullah
yang sepenuhnya telah dikuasai Kaffir Qurais. Maka turunlah firman Allah untuk
menghadap Masjidil Haram yang telah dinanti-natikan oleh Rasulullah SAW. Hal
ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 144. فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
. Surat ini sekaligus menjadi
perintah untuk melaksanakan Shalat dengan menghadapkan wajah ke Kiblat
(Baitullah Ka’bah).
oleh karena bumi kita
berbentuk bola, maka timbulah beberapa permasalahan dalam menentukan arah
Kiblat. Melihat beberapa literatur begitu beragam pemahaman orang dalam
menentukan arah kiblat. Di Indonesia, secara umum orang berkata bahwa arah
Kiblat bagi tempat-tempat di Indonesia adalah ke-arah barat serong sedikit ke
utara.[1]
Pentingnya mengukur arah
kiblat ini sangat berpengaruh terhadap kekhusuan kita dalam beribadah dan
ketika menentukan lokasi pembangunan Masjid atau Mushala. Walaupun saat ini
sudah ada kompas kiblat dan sudah beredarnya perhitungan yang di terbitkan oleh
Departemen Agama untuk beberapa lokasi, alangkah baiknya kita mengetahui cara
dan bagaimana menentukan arah kiblat yang sebenarnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Dasar Perhitungan Arah Kiblat
Mengingat bahwa setiap titik di
permukaan bumi ini berada dipermukaan bola Bumi maka perhitungan arah kiblat
dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola. Demj ketelitian hasil perhitungan
yang dilakukan, maka sebaliknya perhitungan dilakukan dengan alat bantu mesin
hitung atau kalkulator.
Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3
buah titik yang dipergunakan, yaitu:
1.
Titik A, terletak di Ka’bah ( Ф = 12◦25’25” (LU) dan λ= 39◦49’39”(BT)
2.
Titik B, terletak di lokasi yang akan dihitung arah
kiblatnya.
3.
Titik C, terletak di titik kutub utara.
Titik A dan titik C adalah dua titik
yang tidak berubah, karena titik A tepat di Ka’bah dan titik C tepat di kutub
utara. Sedangkan titik B senantiasa berubah tergantung pada tempat yang akan
dihitung arah kiblatnya, misalnya kota Yogyakarta (Ф = -7◦48” λ = 110◦21’)
Ketiga
sisi segitiga ABC di samping ini diberi nama dengan huruf kecil dari nama sudut
didepannya, sehingga:
Sisi BC disebut sisi a, karena di depan sudut A.
Sisi AC disebut sisi b, karena di depan sudut B.
Sisi AB disebut sisi c, karena di depan sudut C.
Dengan
gambar di disampimg, dapatlah dikrtahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan
arah kiblat adalah sutu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut
yang dipit oleh sisi a dan sisi b.
Untuk
menghitung arah kiblat, hanya diperlukan dua data tempat, yaitu data lintang
dan bujur Ka’bah serta data lintang dan bujur tempat lokasi atau kota yang akan
diitung arah kiblatnya.
Adapun
lintang tempat Ka’bah (Ф) = 21◦25’25” (LU) dan lintang tempat dan bujr tmpat
untuk lokasi atau kota yang akan dihitung arah kiblatnya, dapat di ambil dari
daftar yang telah ada, atau dicari dengan GPS atau dihitung tersendiri.[2]
- Perhitungan Arah Kiblat
Perhitungan arah kiblat dapat
menggunakan rumus Cosinus sebagai berikut:[3]
Dengan
rumus ini diperlukan 3 unsur, yaitu:[4]
- Jarak antara titik kutub utara smpai garis lintang yang melewati tempat atau kota yang dihitung arah kiblatnya, sehinnga dapat dirumuskan:
a = 90° - φB ( kota ysb)
- Jarak antara titik kutub utara smpai garis lintang yang melewati Ka’bah (Ф = 21° 25’ 25”), sehingga dapat dirumuskan:
b = 90° – 21° 25’25” = 68° 34’35”
- Jarak bujur atau Fadhlut Thulain, yaitu jarak antara bujur tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan bujur Ka’bah (39° 49’39” BT), sehingga:
Ø
Jika λ = 0°00’00” s/d 39° 49’39” BT maka C = 39°
49’39”- λ
Ø
Jika λ = 39° 49’39”s/d 180°00’00” BT maka C = λ
-39° 49’39”
Ø
Jika λ = 0°00’00”s/d 140°10’21”BB maka C = (λ) +
39° 49’39”
Ø
Jika λ = 140°10’21”s/d 180°00’00” BB maka C =
320°10’21” – (λ)
- Pengukuran Arah Kiblat dengan Kompas
Setelah perhitungan aah kiblat
didapatkan maka pengukuran arah kiblat di lapangan adalah:[5]
1.
Pilih tempat yang datar.
2.
Buatlah garis arah utara selatan pada pelataran yang betul-betul
datar, sepanjang 100 Cm (garis AB).
3.
Dari titik B, dibuat garis persis tegak lurus kea rah
barat.
4.
Dengan menggunakan pehitungan goniomtris.
Contoh arah kiblat kota Yogyakarta = 65°17’13”,66 dari
titik barat, maka tangent = 65°17’13”,66 ×100 Cm. maka dapat diketahui panjang
garis yang mengarah ke barat, yaitu 217 Cm (garis BC) berikut uraiannya:
Tangent
65°17’13”,66 = BC / AB
BC =
tangent 65°17’13”,66 × AB
BC =
2,172869928 × 100Cm
BC =
217,2869928 = 217Cm
5.
AC =Garis arah kiblat yang dicari
Visualisasi dari garis tersebut
sebagai berikut:
AB = 100Cm
BC = 217Cm C
AC = Arah kiblat
Shaf
Shaf
217Cm
shaf
65°17’13”,66
SELATAN A
100Cm B UTARA
- Pengukuran Arah Kiblat dengan Sinar Matahari
Menentukan titik Barat dan Timur
dengan sinar matahari dapat dilakukan sebagai berikut:[6]
1.
Pilih tempat yang rata, datar, dan terbuka.
2.
Buatlah sebuah lingkaran di tempat itu dengan jari-jari
sekitar 0,5 meter.
3.
Tancapkan sebuah tongkat lurus setinggi sekitar 1,5
meter tegak lurus tepat di tengah lingkaran.
4.
Berilah tanda titik B pada titik perpotongan antara
bayangan tongkat itu dengan garis lingkaran sebelah barat yang terjadi sebelum
waktu duhur.
5.
Berilah tanda titik T pada titik terpotong antara
bayangan tongkat itu dengan garis lingkaran sebelah timur yang terjadi sesudah
duhur.
6.
Hubungkan titik B dengan titik T dengan garis lurus.
7.
Titik B merupakan titik Barat dan titik T merupakan
titik Timur, sehingga didapatkan garis lurus yang menunjukan arah Barat dan
Timur.
8.
Buatlah garis kea rah tegak lurus pada garis
barat-timur maka menunjukan titik Utara.
M¹ = posisi Matahari
sebelum duhur.
M² = posisi Matahari sesudah duhur.
B = titik potong bayangan ujung tongkat (barat)
T = titik potong bayangan ujung tongkat (timur)
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dasar penghitungan arah kiblat bahwa
setiap titik di permukaan bumi ini berada dipermukaan bola Bumi maka
perhitungan arah kiblat dilakukan dengan Ilmu Ukur Segitiga Bola. Demj
ketelitian hasil perhitungan yang dilakukan, maka sebaliknya perhitungan
dilakukan dengan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.
Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3
buah titik yang dipergunakan, yaitu:
1.
Titik A, terletak di Ka’bah ( Ф = 12◦25’25” (LU) dan λ= 39◦49’39”(BT)
2.
Titik B, terletak di lokasi yang akan dihitung arah
kiblatnya.
3.
Titik C, terletak di titik kutub utara.
Penghitungan arah kiblat menggunakan
segitiga bola karena bentuk bumi yang bulat. Rumus yang digunakan adalah rumus
Cosinus. Sebelum melakukan penghitungan terlebih dahulu melakukan pengukuran
arah kiblat yang bisa menggunakan kompas dan sinar Matahari.
DAFTAR
PUSTAKA
Susikna Azhari. 2007. Ilmu Falak
Perjuangan Khazanah Islam dan Sains Modern. Yogyakarta: Suara Muhammaiyah.
Muhyiddin Khazin. 2004. Ilmu
Falak Dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka.
………………....... 2004. Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat. Yogyakarta:
Buana Pustaka.
[1]..Muhyidin Khazin .Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat.
Buana Pustaka. Jogjakarta. 2004
[2] . Muhyiddin
Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik ( Yogyakarta: Buana Pustaka,
2004),hal 53.
[3].Susiknan
Azhari, Ilmu Falak Perjuangan Khazanah Islam dan Sains Modern (Yogyakarta:
Suara Muammadiyah, cat II 2007), hal
57
[4]. Muhyiddin
Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal 55
[5].
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjuangan Khazanah Islam dan Sains Modern, hal
60.
[6]. Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori
dan Praktik, hal 60.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar